Abruzzo adalah salah satu regione di Italia yang mendapat julukan sebagai wilayah terhijau di Eropa. Di wilayah ini terdapat 3 taman nasional yang dihiasi oleh rangkaian pegunungan Apennina dengan Gran Sasso sebagai puncak tertingginya. Berbeda dengan tempat-tempat wisata terkenal lainnya di Italia, Abruzzo termasuk daerah yang jarang dikunjungi oleh wisatawan mancanegara. Di sinilah kita bisa menikmati indahnya bentang alam yang hijau dan mengamati budaya asli Italia lebih dekat.
Kami memilih cara untuk menikmati keindahan alam Abruzzo dari atas kereta wisata Transiberia dItaliana. Kereta ini hanya beroperasi sekali dalam sebulan dengan tujuan tempat-tempat wisata eksotik, melewati jalur kereta yang jarang digunakan, bahkan sebagian sudah tidak dipakai lagi oleh kereta reguler. Setiap bulannya kereta ini menempuh rute dan tujuan yang berbeda-beda.
Transiberiana dItalia (transita)
Perjalanan kereta kali ini menuju ke Le Grotte di Stiffe, sebuah gua yang terletak di desa Stiffe, tak jauh dari Laquila ibu kota Abruzzo. Kereta ini berangkat dari kota Lanciano menuju Pescara, Chieti, Sulmona, dan berakhir di Stasiun Fagnano.
Kami berangkat pukul sembilan pagi dari stasium Chieti, kurang lebih 1,5 jam perjalanan menuju stasiun terakhir. Kereta Transita yang kami tumpangi terdiri dari satu gerbong yang berisi sekitar 60 orang. Tempat duduk di dalam kereta ini saling berhadapan, sehingga memungkinkan para wisatawan berinteraksi dan merasa akrab satu sama lainnya. Para petugas kereta menyambut dengan ramah dan menjelaskan tentang pemandangan di sepanjang jalan yang kami lewati.
Perjalanan selama 1,5 jam terasa begitu singkat. Di sepanjang jalan kami dihibur dengan pemandangan yang menakjubkan, bukit tinggi dan pegunungan yang hijau, dengan salju yang memutih di puncaknya, padang rumput yang dihiasi oleh bunga-bunga liar yang ber warna-warni, menambah hangatnya suasana di musim semi. Bukit-bukit cadas yang berdiri kokoh dihiasi oleh barisan kincir angin moderen. Kota-kota tua yang antik terlihat indah di puncak bukit. Sesekali tampak kastil-kastil dan gereja tua dengan menara yang menjulang berwarna coklat. Pemandangan ini membuat kami merasa enggan untuk berkedip dan ingin mengabadikannya dalam gambar.
Di dalam kereta suasananya pun tak kalah ramainya. Penumpang dihibur oleh group musik tradisional Abruzzo I Lupi della Majella. Mereka menyanyikan lagu-lagu khas Abruzzo yang biasanya secara turun temurun dinyanyikan oleh para petani dalam pesta-pesta mereka. Lagu tersebut diiringi dengan acordeon dan beberapa alat musik tradisional lainnya. Beberapa wisatawan yang mengenal lagu tersebut pun ikut bernyanyi menyemarakkan suasana.
Selama di kereta, kami juga disuguhi makanan khas Abruzzo yang menggoda selera. Mulai dari Fiadoni, kue panggang berisi beberapa macam keju, roti forno alegna (roti yang dipanggang dengan tungku kayu) yang diberi saus minyak zaitun produk Abruzzo, hingga kacang Fava (Vicia faba), sejenis kacang polong yang bijinya bisa dimakan mentah pada saat masih segar. Pada masa musim semi, di Italia terdapat tradisi memakan kacang Fava yang ditemani dengan keju pecorino (keju dari susu domba) dan minyak zaitun. Ini adalah sebuah pengalaman kuliner yang menarik bagi kami.
Setelah kurang lebih 1,5 jam, akhirnya kereta sampai di stasiun Fagnano. Sebuah stasiun kecil dan sepi yang terletak di tengah-tengah barisan pebukitan. Tidak ada lagi orang dan aktivitas lain di stasiun tersebut pada saat itu, selain rombongan kami. Sambil menunggu bus yang akan mengantar para wisatawan menuju Le Grotte di Stiffe, lagi-lagi kami dihibur dengan penampilan musik tradisional sambil menikmati keindahan dan kesunyian alam di sekitarnya. Anak-anak tampak asik bermain sambil memetik bunga-bunga rumput liar.
Le Grotte di Stiffe
Setelah menempuh perjalanan mendaki bukit dengan bus selama 20 menit, akhirnya kami tiba di mulut gua Le Grotte di Stiffe. Dari tempat parkir bus ini sudah terlihat beberapa air terjun kecil yang tampak memutih di sela-sela lembah yang hijau. Tempat ini adalah salah satu titik yang tepat untuk mengagumi keindahan alam Abruzzo. Di satu sisi kita dapat menikmati keindaham lembah, padang rumput, dan barisan Gran Sasso dari kejauhan. DI sisi lain mata kita tertumbuk pada tebing terjal setinggi 100 m.
Le Grotte di Stiffe adalah gua yang sudah berusia ratusan ribu tahun. Mulut gua ini terletak di dasar tebing terjal setinggi 100 m yang menghadap ke desa Stiffe. Di dalamnya mengalir sungai dengan arus deras yang sebelumnya terperangkap di bawah tanah. Melalui gua ini air mengalir dari gelapnya bawah tanah menuju cahaya di alam terbuka. Dimasa lalu, tenaga air ini dimanfaatkan oleh pemerintah setempat sebagai pembangkit listrik yang terus dipakai hingga perang dunia ke dua. Pada tahun 1991 gua ini diresmikan menjadi objek wisata.
Saat memasuki gua, kami merasakan perubahan yang nyata. Suara air yang bergemuruh, cahaya remang-remang yang berasal dari lampu kecil yang menggantung di dinding gua, tetesan air dari langit-langit, dan hawa dingin memaksa seluruh indera untuk beradaptasi. Suhu rata-rata didalam gua ini sekitar 10oC sepanjang tahun.
Jalan di dalam Le Grotte di Stiffe dibuat dari besi berlubang-lubang, yang lebarnya sekitar 1 m. Walaupun pengunjung berjalan di atas arus air, namun tidak perlu khawatir kebasahan atau terpeleset di bebatuan berlumut.
Kami ditemani oleh seorang pemandu wisata yang menjelaskan setiap area yang kami lalui. Gua ini panjangnya sekitar 700 m yang terdiri dari terowongan-terowongan dan beberapa ruangan besar dengan karakteristik yang berbeda-beda. Dinding gua ini secara umum berwarna putih sebagai karakteristik dari batu kapur. Namun pada ketinggian tertentu, terlihat garis-garis gelap oksida logam akibat aktivitas sungai selama ribuan tahun.
Ruangan besar pertama yang kami lewati disebut Ruang Sunyi, karena ruang besar tersebut terisolasi dan tidak terdengar suara air yang bergemuruh seperti di bagian gua lainnya. Namun, setelah melalui sebuah terowongan, kami disambut oleh deru air terjun yang meluncur dari ketinggian 20 m. Percikan lembut airnya membasahi siapa pun yang melewatinya. Gemuruh suaranya bahkan membuat kami kesulitan mendengar suara pemandu wisata yang menggunakan pengeras suara. Perjalanan dilanjutkan dengan mendaki anak tangga, memanjat tebing sekitar 20 m, untuk tiba di Ruang Konkret. Di ruang ini para wisatawan disuguhi keindahan stalaktit, bagai ukiran batu putih yang menggantung di langit-langit, seakan tengah bersiap menghujam ke bumi.
Ruang selanjutnya adalah Danau Hitam. Di ruangan ini terdapat sebuah danau kecil yang tenang. Tempat ini adalah bagian tertua dari gua. Dilangit-langit terukir stalaktit yang berkelok-kelok, sedang di dasar gua tampak stalagmit yang telah tumbuh sejak ribuan tahun yang lalu, hingga mencapai ketinggian 3 m. Di beberapa tempat lain tampak pilar-pilar kokoh hasil pertemuan antara keduanya. Ukiran stalaktit dan stalagmit yang indah dan rumit ini adalah mahakarya dari Sang Pencipta.
Beranjak dari danau hitam kami berjalan menuju ruang air terjun terakhir”. Ruang ini relatif sempit, dan dipenuhi oleh raungan suara air terjun yang menggelegar, jauh lebih dahsyat jika dibandingkan dengan air terjun sebelumnya. Kami tidak bisa mendengar suara apa pun selain suara air. Air terjun ini seakan meledak dari ketinggian 20 m dan disambut oleh danau kecil yang dalam. Percikannya memenuhi seluruh ruangan. Air terjun ini dibuka untuk umum sejak tahun 2007. Di sinilah perjalanan di dalam gua Le Grotte di Stiffe berakhir.
Atraksi Burung Elang
Tiba saatnya memandang ke langit, menghirup kembali udara luar setelah melakukan perjalanan bawah tanah selama satu jam. Para wisatawan diantarkan ke sebuah lapangan camping untuk beristrirahat dan makan siang. Di lapangan ini terdapat restoran, toko suvenir, area bermain anak, area barbeque, penyewaan kuda,dan bangku-bangku tempat beristirahat. Tempat ini semakin terasa nyaman dengan pemandangan indah di sekitarnya dan alunan musik tradisional yang dimainkan Group I Lupi della Majella.
Di tempat ini terdapat pertunjukan atraksi burung elang yang menjadi ikon provinsi lAquila. Kata aquila dalam bahasa latin berarti burung elang. Burung-burung ini dilatih dan dipelihara oleh seorang pawang. Sang pawang elang dengan kostum khususnya menampilkan kepiawaiannya berkomunikasi dengan burung pemangsa tersebut. Ia memperagakan ketajaman mata elang dan betapa presisi gerakan burung tersebut saat menemukan mangsanya. Kepakan anggun sayapnya di udara mengundang tepuk tangan riuh dari para penonton.
Menjelang sore, para wisatawan diantarkan kembali dengan kereta menuju ke kota masing-masing. Pemandangan di sepanjang jalan tampak semakin cantik disinari matahari sore yang mengemas.










No comments:
Post a Comment