Thursday, January 7, 2010

My First Winter






Tidak terasa, dedaunan di pepohonan sudah tak tersisa lagi, akhirnya musim dingin yang kata orang membuat manusia berwajah muram itu pun telah tiba. Jadi penasaran ingin tau seperti apa winter di Belanda ini. Kata orang-orang, winter di Belanda itu tidak menyenangkan, dinginnya sangat menusuk tapi jarang sekali turun salju, kalaupun turun hanya tipis saja, sekedar memutihkan daratan. Sering kali cuaca cerah namun menipu, sepertinya hangat ternyata suhunya dibawah nol. Namun, di dalam hati aku tetap berharap agar bisa menyaksikan turunnya salju di musim dingin ini.

Tak berselang beberapa hari, ternyata harapunku pun jadi kenyataan. Salju pun turun walaupun pada awalnya hanya sedikit saja. Moment ini tentu saja tidak kusia-siakan untuk mengambil foto taman Noorderplantsoen yang terletak sekitar 100 meter dari rumahku.


Tanpa diduga, pada sore hari salju mulai turun kembali dan semakin lebat. malam itu aku sempat berkunjung ke Blue Building -salah satu student housing- dengan menggunakan sepeda. Malam itu telapak kaki kami sudah mulai terbenam jika menginjak trotoar. Kami semakin senang melihat salju yang semakin menebal. bahkan kami menyempatkan diri untuk bermain lempar-lemparan bola salju dengan kawan-kawan, walaupun saat itu sudah hampir jam 12 malam. Rasa dingin yang menusukpun tidak lagi terasa mengganggu keceriaan kami.

Ketika akan pulang, sepeda kami sudah diselimuti oleh salju yang cukup tebal, dan ternyata kunci sepedaku tidak bisa dibuka karena air yang masuk ke dalam lubang kuncinya membeku. Setelah berupaya menghangatkan anak kuncinya dengan lighter dan meniup-niup gembok dengan udara hangat dari mulut kami, akhirnya kunci itu pun bisa terbuka. Alhamdulillah..


Keesokan harinya, suamiku mengintip dari balik gordijn ke luar jendela, dan sekonyong-konyong ia berteriak "wow saljunya tebel banget". Ternyata semalaman tadi salju turun terus menerus. Kami melihat sepeda diparkiran belakang sudah ditutupi salju sekitar 20 cm, saat itu salju masih belum berhenti. lagi-lagi kami tidak menyia-nyiakan kesempatan yang langka ini. Kami keluar menuju taman dan mengambil foto di sana. Ternyata warga asli Belanda pun melakukan hal yang sama, sebab hal semacam ini tidak diduga dan jarang terjadi di Belanda.

Tebalnya salju di jalanan menyebabkan tidak ada satupun trnsportasi umum yang beroperasi hari itu di kota kami. Kereta antarkota pun banyak yang tidak beroperasi, dan jadwal penerbangan terutama penerbangan menuju wilayah eropa lainnya banyak yang dibatalkan. Sedikit demi sedikit keceriaanku melihat salju yang turun menjadi berkurang dan berubah menjadi sebuah kekhawatiran akan chaosnya transportasi. Orang-orang menjadi kesulitan untuk bepergian, bahkan menggunakan sepedapun sama lamanya dengan berjalan kaki, di samping bahaya karena jalanan yang licin. Teman-teman yang baru pulang dari luar kota terancam tidak mendapatkan kereta menuju Groningen, dan akhirnya mereka menempuh perjalanan tersebut "ngeteng" dengan waktu tempuh dua kali lipat lamanya dibandingkan dengan kondisi normal.

Kendaraan pembersih salju dan penabur garam di jalananpun dikerahkan oleh pemerintah setempat. Namun, operasi tersebut hanya dilakukan di jalan-jalan besar. Sedangkan jalankecil seperti di depan rumah kami masih tetap tertimbun salju tebal yang sudah mulai mengeras yang berakibat semakin licin. Aku membayangkan jika hal ini terjadi di Indonesia, mungkin Pak RT sudah mengetuk pintu-pintu rumah warga untuk mngajak bergotong royong membersihkan jalan di depan rumah masing-masing. Apakah di sini tidak ada budaya gotong royong, karena segala sesuatu berharap diurusi oleh pemerintah sebagai kompensasi atas pajak penghasilan yang mahal? Bukankah bangsa Belanda pernah tinggal di Indonesia selama 3,5 abad? ternyata waktu sepanjang itu masih tidak cukup untuk menularkan budaya gotong royong. hmm.. entahlah.


No comments:

Post a Comment