Monday, January 11, 2010

Sepeda

Sepeda adalah alat transportasi yang sangat popular di Belanda. Negeri kincir angin ini dihuni oleh sekitar 16,7 juta jiwa dan memiliki 18 juta sepeda. Artinya jumlah sepeda melebihi jumlah penduduknya. Sekitar 27% transportasi nasional dilakukan dengan sepeda. Sedangkan penggunaan sepeda di dalam kota bisa mencapai hingga 57% seperti yang terjadi di kota Groningen. Perjalanan dengan jarak tempuh di bawah 10 km umumnya dilakukan dengan bersepeda.

Mulai dari anak kecil, remaja, hingga nenek-nenek tampak berseliweran mengayuh kendaraan roda dua tersebut. Mereka setia bersepeda di segala musim, baik musim panas yang terik atau pun musim dingin bersalju yang suhunya dapat mencapai -20 derajat celcius. Angin musim gugur yang kencang dan membawa hujan pun tidak mengurungkan niat warga Belanda untuk tetap bersepeda. Begitulah jika sepeda sudah menjadi budaya.

Banyaknya pengguna sepeda tentu saja bukan disebabkan oleh ketidakmampuan mereka untuk membeli kendaraan bermotor. Dengan modal sekitar 500 euro (7 juta rupiah) saja sudah dapat digunakan untuk membeli mobil dengan cc rendah yang sangat cocok digunakan di dalam kota. karena, laju maksimum kendaraan bermotor di dalam kota hanya sekitar 30-50 km/jam. 

Walaupun murah, membeli kendaraan bermotor bukanlah hal yang mudah. Salah satu syarat kepemilikan kendaraan bermotor adalah calon pemilik mempunyai Surat izin Mengemudi (SIM). Untuk mendapatkan SIM bukanlah perkara gampang. Biaya kursus dan ujian SIM dapat menghabiskan biaya sekitar 2000 euro (25 juta rupiah). Sayangnya, jarang pengemudi yang mendapatkan SIM pada ujian pertamanya.
Transportasi umum yang tidak memadai juga bukanlah alasan mereka untuk memilih bersepeda. Bus, tram, dan metro dapat menjangkau hingga seluruh pelosok kota.
Kendaraan yang nyaman dan jadwal di setiap halte yang relatif tepat waktu, membuat perjalanan dengan angkutan umum terasa menyenangkan. Selain itu, juga terdapat fasilitas khusus dan keistimewaan bagi penumpang disabilitas dan para lansia.

Sejarah Sepeda 

Kisah sukses membudayakan sepeda ini tentu saja mempunyai cerita yang panjang. Sejak tahun 1948-1970 pendapatan penduduk Belanda naik hingga mencapai 222%. Hal ini memacu peningkatan jumlah mobil secara pesat. Di sisi lain pengguna sepeda terus menurun sekitar 6% setiap tahunnya. Akibatnya jalanan menjadi macet, area parkir tidak mencukupi, dan angka kecelakaan lalu lintas meningkat. Banyak terjadi demonstrasi menuntut keamanan di jalan raya, terutama bagi anak-anak.

Pada tahun 1973 terjadilah krisis bahan bakar minyak yang berimbas pada krisis ekonomi nasional. Menyikapi kondisi tersebut pemerintah Belanda memutuskan untuk mengubah gaya hidup masyarakat dan kebijakan dalam bidang transportasi.

Salah satu alternatifnya adalah mengubah pandangan car-oriented menjadi bike-oriented. Pada tahun 1975 dilakukan uji coba di kota Tilburg dan Den Haag. Di kedua kota ini dibangun jalur khusus sepeda yang relatif luas dan aman. Hasilnya pengendara sepeda mengalami peningkatan 30%-60% di Den Haag dan 75% di kota Tilburg. 

Faktor Pendukung

Fasilitas yang mendukung keamanan dan kenyamanan bersepeda ternyata merupakan salah satu faktor kunci penyebab banyaknya pengguna sepeda di Belanda. Selain itu, jalanan di dalam kota yang relatif datar juga menambah kemudahan bersepeda.

Jalur khusus sepeda terletak di antara trotar dan jalan besar tempat kendaraan roda empat berlalu lalang. Jalanan yang luasnya minimal 1,25 meter ini diberi cat berwarna merah. Jalur sepeda juga dapat melintasi taman kota dan perumahan untuk mempersingkat jarak tempuh.
Untuk jalan yang kecil, jalur sepeda dan mobil menjadi satu. Jalur sepeda hanya digunakan oleh pengendara sepeda atau sepeda motor ber cc rendah yang tidak dapat melaju kencang. Di Belanda jarang sekali terlihat sepeda motor di jalanan. 

Walaupun di beberapa tempat tidak ada pembatas antara jalur sepeda dan mobil, pengendara mobil jarang sekali yang berjalan di atas jalur sepeda. Jika jalur mobil dan sepeda menjadi satu, maka pengendara sepeda mendapat prioritas untuk didahulukan dari pengendara mobil atau bus. 

Pada jalan yang sempit seluas badan bus misalnya, jika ada sepeda yang berjalan di depan bus, maka bus akan berjalan di belakang sepeda dengan kecepatan menyesuaikan dengan kecepatan sepeda. Sopir bus sama sekali tidak memberikan warning dengan klakson agar sepeda tersebut berjalan lebih cepat. Namun, jika pengendara sepeda berhadapan dengan pejalan kaki, maka pejalan kakilah yang mendapat prioritas lebih dahulu.

Tetap Punya Aturan

Di setiap perempatan jalan yang besar umumnya terdapat lampu pengatur lalu lintas. Lampu ini ditujukan untuk tiga jenis pemakai jalan, mobil, sepeda, dan pejalan kaki. Lampu menyala merah secara bergantian untuk ketiga pemakai jalan tersebut. Lampu bergambar sepeda untuk pengendara sepeda, dan lampu bergambar orang untuk pejalan kaki yang akan menyeberang jalan. Semuanya berjalan pada gilirannya masing-masing. Hal ini menyebabkan para pengendara sepeda dan pejalan kaki tetap merasa aman walaupun berada di jalan besar.
Jika matahari mulai terbenam, atau jalanan berkabut tebal, maka pengendara sepeda wajib menggunakan lampu sepeda. Lampu putih diletakkan di depan sepeda dan lampu merah diletakkan di belakang. Pengendara sepeda yang tidak menggunakan lampu dikenai denda sebesar 35 euro (sekitar 450 ribu rupiah).  

Parkir sepeda juga tidak dibenarkan di sembarang tempat. Sebab, tempar parkir sepeda sudah tersedia di berbagai tempat, mulai dari pasar, pertokoan, kantor-kantor, hingga stasiun kereta api. Sepeda yang diparkir di sembarang tempat dapat disita oleh pemerintah kota, dan harus ditebus dengan biaya yang mahal. 

Tidak Menghalangi Mobilisasi

Membawa sepeda ke luar kota dengan kereta api juga memungkinkan. Dalam satu rangkaian kereta api disediakan satu gerbong untuk meletakkan sepeda. Sepeda lipat lebih mudah untuk dibawa. Namun, sepeda biasa pun tetap dapat di bawa dengan kereta api. Pengendara sepeda harus membeli tiket sepeda terlebih dahulu seharga 6 euro (sekitar 75 ribu rupiah).
Stasiun kereta api menyediakan tempat parkir sepeda yang sangat luas. Di tempat ini para pengguna sepeda yang hendak ke luar kota dapat meninggalkan sepedanya dengan aman dan gratis. Tempat parkir ini juga dijaga oleh aparat keamanan. 

Perlengkapan Sepeda

Kelengkapan aksesoris sepeda juga dapat ditemukan dengan mudah di toko-toko speda. Mulai dari lampu portable yang dapat dipindah dengan mudah dari satu sepeda ke sepada lainnya, hingga kursi boncengan sepeda untuk anak yang dilengkapi dengan sabuk pengaman. 
Bagi pengendara seopeda yang sering membawa barang dalam jumlah banyak, juga terdapat bakfiets semacam sepeda dengan gerobak di depannya. Bakfiets ini juga dapat disewa dengan harga 10 euro untuk setengah hari. Ada juga sepeda yang dimodofikasi menyerupai mobil balap, sehingga pengendara sepeda dapat duduk bersandar dengan nyaman saat mengendarai sepeda.

Kemauan yang Kuat

Macet, kurangnya tempat parkir, angka kecelakaan yang tinggi, serta harga bahan bakar minyak yang semakin mahal adalah masalah yang juga dirasakan oleh bangsa Indonesia. Perpaduan dari kemauan yang kuat dari pemerintah dan penerimaan dari masyarakat adalah faktor kunci perbaikan dalam memecahkan masalah transportasi tersebut.
Kenaikan harga BBM sangat mempengaruhi biaya transportasi. Menggunakan sepeda sebagai alat transportasi adalah salah satu alternatif penghematan yang sekaligus ramah lingkungan. Selain itu bersepeda juga merupakan sarana olah raga yang bermanfaat bagi kesehatan masyarakat.

Bersepeda juga sudah menjadi olah raga dan hobby yang dilakukan oleh sebagian kecil masyarakat di hari libur. Hal yang perlu ditingkatkan adalah kemanan dan kenyamanan bersepeda di dalam kota. Pembangunan infrasruktur dan regulasi bersepeda adalah salah satu solusinya. Selanjutnya, sosialisasi yang persuasif juga akan membantu mengubah cara pandang car-oriented menjadi bike-oriented.




Thursday, January 7, 2010

My First Winter






Tidak terasa, dedaunan di pepohonan sudah tak tersisa lagi, akhirnya musim dingin yang kata orang membuat manusia berwajah muram itu pun telah tiba. Jadi penasaran ingin tau seperti apa winter di Belanda ini. Kata orang-orang, winter di Belanda itu tidak menyenangkan, dinginnya sangat menusuk tapi jarang sekali turun salju, kalaupun turun hanya tipis saja, sekedar memutihkan daratan. Sering kali cuaca cerah namun menipu, sepertinya hangat ternyata suhunya dibawah nol. Namun, di dalam hati aku tetap berharap agar bisa menyaksikan turunnya salju di musim dingin ini.

Tak berselang beberapa hari, ternyata harapunku pun jadi kenyataan. Salju pun turun walaupun pada awalnya hanya sedikit saja. Moment ini tentu saja tidak kusia-siakan untuk mengambil foto taman Noorderplantsoen yang terletak sekitar 100 meter dari rumahku.


Tanpa diduga, pada sore hari salju mulai turun kembali dan semakin lebat. malam itu aku sempat berkunjung ke Blue Building -salah satu student housing- dengan menggunakan sepeda. Malam itu telapak kaki kami sudah mulai terbenam jika menginjak trotoar. Kami semakin senang melihat salju yang semakin menebal. bahkan kami menyempatkan diri untuk bermain lempar-lemparan bola salju dengan kawan-kawan, walaupun saat itu sudah hampir jam 12 malam. Rasa dingin yang menusukpun tidak lagi terasa mengganggu keceriaan kami.

Ketika akan pulang, sepeda kami sudah diselimuti oleh salju yang cukup tebal, dan ternyata kunci sepedaku tidak bisa dibuka karena air yang masuk ke dalam lubang kuncinya membeku. Setelah berupaya menghangatkan anak kuncinya dengan lighter dan meniup-niup gembok dengan udara hangat dari mulut kami, akhirnya kunci itu pun bisa terbuka. Alhamdulillah..


Keesokan harinya, suamiku mengintip dari balik gordijn ke luar jendela, dan sekonyong-konyong ia berteriak "wow saljunya tebel banget". Ternyata semalaman tadi salju turun terus menerus. Kami melihat sepeda diparkiran belakang sudah ditutupi salju sekitar 20 cm, saat itu salju masih belum berhenti. lagi-lagi kami tidak menyia-nyiakan kesempatan yang langka ini. Kami keluar menuju taman dan mengambil foto di sana. Ternyata warga asli Belanda pun melakukan hal yang sama, sebab hal semacam ini tidak diduga dan jarang terjadi di Belanda.

Tebalnya salju di jalanan menyebabkan tidak ada satupun trnsportasi umum yang beroperasi hari itu di kota kami. Kereta antarkota pun banyak yang tidak beroperasi, dan jadwal penerbangan terutama penerbangan menuju wilayah eropa lainnya banyak yang dibatalkan. Sedikit demi sedikit keceriaanku melihat salju yang turun menjadi berkurang dan berubah menjadi sebuah kekhawatiran akan chaosnya transportasi. Orang-orang menjadi kesulitan untuk bepergian, bahkan menggunakan sepedapun sama lamanya dengan berjalan kaki, di samping bahaya karena jalanan yang licin. Teman-teman yang baru pulang dari luar kota terancam tidak mendapatkan kereta menuju Groningen, dan akhirnya mereka menempuh perjalanan tersebut "ngeteng" dengan waktu tempuh dua kali lipat lamanya dibandingkan dengan kondisi normal.

Kendaraan pembersih salju dan penabur garam di jalananpun dikerahkan oleh pemerintah setempat. Namun, operasi tersebut hanya dilakukan di jalan-jalan besar. Sedangkan jalankecil seperti di depan rumah kami masih tetap tertimbun salju tebal yang sudah mulai mengeras yang berakibat semakin licin. Aku membayangkan jika hal ini terjadi di Indonesia, mungkin Pak RT sudah mengetuk pintu-pintu rumah warga untuk mngajak bergotong royong membersihkan jalan di depan rumah masing-masing. Apakah di sini tidak ada budaya gotong royong, karena segala sesuatu berharap diurusi oleh pemerintah sebagai kompensasi atas pajak penghasilan yang mahal? Bukankah bangsa Belanda pernah tinggal di Indonesia selama 3,5 abad? ternyata waktu sepanjang itu masih tidak cukup untuk menularkan budaya gotong royong. hmm.. entahlah.