![]() |
Blue Mosque Selepas Shubuh |
Sekitar dua tahun yang lalu, kami berkunjung
ke Turki. Alhamdulillah pas dapat tiket pesawat Pegasus murah dari Schiphol ke
Istanbul. Perjalanan ke Turki ini banyak cerita lucunya dan penuh dengan
kejutan.
Tanpa diduga beberapa minggu sebelum
keberangkatan, ternyata suami saya dapat tugas untuk menghadiri conference di Lisbon
Portugal, tepat beberapa hari sebelum jadwal ke Turki. Karena penasaran dengan
Kota Lisbon, akhirnya kami berangkat ke Lisbon bertiga (Suami, saya, dan Nabiel
1,5 tahun). Kami tinggal di Lisbon selama lima hari dan kembali ke Belanda tepat sehari sebelum tanggal keberangkatan ke Istanbul. Karena rumah kami jauh dari
bandara, maka kami memutuskan untuk tidak pulang dulu ke Groningen, tapi menginap
di rumah teman di Utrecht.
Kekacauan pun dimulai. Tanpa disangka, ketika turun dari pesawat TAP
dari Lisbon, ternyata stroller Nabiel tidak ditemukan. Setelah ditanyakan ke
petugas, ternyata pihak TAP lupa memasukkan Stroller tersebut ke pesawat, alias
masih tertinggal di Lisbon. Walau pun sudah mengurus surat kehilangan, tapi
kami tetap masih kebingungan. Jalan-jalan dengan balita tanpa stroller itu,
benar-benar melelahkan. Kami juga sudah tidak ada kesempatan lagi untuk membeli
stroller baru, karena toko-toko di Belanda malam itu sudah tutup. Akhirnya kami
pasrah, berangkat ke Istanbul hanya dengan bermodal gendongan.
Kami mendarat di bandara Sabiha Gokcen yang berada di Istanbul bagian Asia, maklumlah peswat yang kami gunakan termasuk kategori low cost. Bandara ini terletak sekitar 30 km dari area Sultan Ahmed, tempat hotel kami berada. Untuk yang belaum tau, Kota Istanbul itu terbelah dua, bagian daratan Asia dan Bagian Eropa, yang dihubungkan oleh sebuah jembatan panjang.
Perjuangan Menuju
Hotel
Pada saat booking apartemen, pihak hotel
menawarkan jasa penjemputan ke bandara, dengan biaya 25 eur per orang. Dengan
alasan kepraktisan, kami menerima tawaran tersebut. Namun, setelah hampir satu
jam kami menunggu, jemputan tak kunjung datang. Lalu kami menelepon pihak
hotel dan menanyakan perihal tersebut. Ternyata katanya pihak hotel sudah
mengirimkan jasa penjemputan ke bandara Kemal Attaturk, bukan ke Sabiha Cokcen. Salah alamat! Akhirnya
kami disuruh naik shuttle sendiri dari bandara menuju hotel, padahal waktu itu
sudah jam 9 malam, dan kami pun belum makan malam. Kenapa tidak makan di bandara? Alasannya sederhana : mahal ! hehe..
Shuttle bus ini menjanjikan untuk mengantar
kami hingga ke alamat. Ketika kami menyebutkan nama hotelnya (Antik Hotel),
sang pengemudi langsung paham dan mengatakan tau letak hotel kami. Setelah
menempuh perjalanan hampir satu jam, kami diturunkan di depan sebuah hotel.
Saat awal memasuki hotel tersebut, kami agak heran, karena nama yang tertulis
di sana adalah ANTIQUE HOTEL bukan ANTIK HOTEL. Dan penampakannya pun hotel ini
terlalu mewah untuk rate harga yang kami bayar. Lalu kami masuk untuk check in,
dan ternyata benar, tidak ada daftar nama kami di hotel tersebut. Pihak ANTIQUE
HOTEL ini membantu kami untuk menelepon ke ANTIK HOTEL menanyakan alamatnya,
dan memesankan taksi untuk kami menuju ke sana. Fyuuh ternyata perjalanan belum
berakhir, padahal sudah jam 10 malam. Alhamdulillah Nabiel tidak rewel meskipun kelelahan.
Kami diturunkan di depan ANTIK HOTEL, setelah
membayar 10 euro. Kedatangan kami disambut begitu hangat oleh sang pemilik
hotel. Hotel ini adalah hotel kecil yang pemiliknya langsung menjadi
resepsionis pada malam itu. Hangat dan ramahnya sambutan pemilik hotel membuat
kami urung untuk mengomel atas kejadian malam itu. Ternyata masih ada satu
kejutan lagi. Apartemen yang kami pesan tidak berada di ANTIK HOTEL tempat kami
diturunkan, tapi sekitar 300m dari sana. Kami diajak ke sebuah rumah kecil yang
terletak di lantai 2. Tentu saja ini benar-benar di luar dugaan kami, karena
sama sekali lebih mirip rumah warga dibandingkan dengan apartemen. Memang pada
saat booking, gambar yang ditampilkan di website hotel ini adalah gambar hotel,
bukan gambar apartemen. Tapi karena ada opsi apartemen dengan harga yang
relatif murah, kami lebih memilih apartemen.
Ketika memasuki rumah tersebut, tampaknya
sudah lama tidak di huni. Lantainya berdebu tebal. Tabung gas kompornya kosong, dan
kulkasnya pun tidak dingin. Yang lebih anehnya lagi, lantainya miring, kasurnya dua
single bed yang dijadikan satu, tapi tidak sama tinggi hihihi. Akhirnya karena sudah
kelelahan kami hanya bisa tertawa miris dan tidak berniat untuk complain sama
sekali. Lebih baik menikmati keunikan perjalanan ini dari pada mengutuki keadaan.
Kegiatan yang pertama kali dilakukan setelah meletakkan barang adalah mengepel
lantai. Seru bukan..hehehe..
Kota Tua Sultan
Ahmed
Setelah beristirahat semalaman, pagi harinya
energi kami sudah terisi kembali. Bahkan suami juga menyempatkan diri untuk
sholat subuh di Blue Mosque. Setalah sarapan dan menyiapkan bekal untuk makan
siang (lagi-lagi demi penghematan hehe), kami mulai berjalan menyusuri jalan-jalan kecil di area Sultan Ahmed.
Area kota tua ini relatif kecil sehingga dapat dikelilingi dengan berjalan
kaki. Di sepanjang jalan banyak pedagang karpet yang menawarkan barang
dagangannya. Persis seperti para pedagang di pasar-pasar di Indonesia. Kalau
ingin berbelanja pun, kita harus pandai-pandai menawar jika tidak ingin tertipu
membayar dengan harga tinggi.
Tujuan pertama kami adalah Topkapi Palace,
Istana dan museum yang di dalamnya tersimpan pedang Rasulullah SAW. Pada saat
kami sampai di sana, antrian sudah mengular sekitar 100m di depan loket penjualan tiket
masuk. Kami mengantri dengan sabar, sambil sibuk menolak tawaran para calo yang
menjual tiket masuk tanpa antri dengan harga yang lebih mahal. Harga tiket
normal saja sekitar 12 TL per orang, bisa dibayangkan berapa harga tiket via calo??
Mengantri adalah pekerjaan yang paling tidak
menyenangkan bagi balita. Nabiel pun mulai rewel. Kami yang letih karena harus
menggendong selama perjalanan dari pagi pun menjadi kurang kesabaran menghadapi
kerewelannya. Ketika akhirnya kami bisa masuk ke dalam Topkapi, kami sudah
benar-benar lelah. Baru saja masuk, bukannya mengeksplore komplek istana
tersebut, tapi malah mencari tempat duduk untuk beristirahat, dan lapangan luas
untuk tempat Nabiel berlari-lari bebas. Setelah melihat-lihat dengan kilat isi
komplek museum tersebut, dan tidak semua tempat sempat kami lihat karena
terburu waktu, akhirnya kami pun keluar dari Topkapi Palace.
Tujuan selanjutnya adalah Blue Mosque. Kami
datang bertepatan dengan waktu sholat zhuhur. Mesjid dengan lima menara ini,
berdiri dengan megahnya di seberang Topkapi Palace. Pengunjungnya ramai,
apalagi di waktu sholat. Langit-langitnya yang tinggi tampak begitu indah
dihiasi oleh ukiran dan lampu hias yang menguntai anggun. Mesjid adalah tempat
melepas lelah lahir dan batin. Saat sedang beristirahat, datang beberapa pemuda
dan pemudi Turki yang tampak gemas pada Nabiel. Sampai-samapai mereka minta difoto
bersama Nabiel.
Setelah makan siang di sebuah warung kebab,
kami melanjutkan perjalanan menuju Cistern. Setelah berputar-putar dan bertanya
pada orang-orang akhirnya kami menemukan pintu masuknya yang lebih mirip
seperti kantor kecil. Tidak heran, karena Cisterne ini adalah tempat
penampungan air zaman romawi yang letaknya di bawah tanah. Lagi-lagi kami harus
mengantri membeli tiket masuk ke dalam cistern ini. Suasana di dalamnya dingin,
lembab dan remang-remang.
Tepat di sebelah kiri tangga masuk terdapat
sebuah studio foto mini yang menawarkan jasa berfoto dengan kostum tradisional Turki.
Setelah mengenakan pakaian khas Turki kami pun difoto bagaikan raja, ratu dan
pangeran di singgasananya. Setelah di foto, sang fotografer menawarkan kepada
kami untuk memilih satu dari puluhan foto yang ingin dicetak. Rupanya mereka
mengambil banyak sekali foto kami dengan berbagai pose, ada yang
sendiri-sendiri ada juga yang bersama. Harga 1 foto beserta cetakannya adalah
15 TL. Di saat kami sedang kebingungan memilih foto-foto tersebut, mulailah
mereka menjalankan rayuannya. Mereka menawarkan untuk memberikan semua file
foto tersebut di dalam sebuah CD tanpa cetak foto, dengan harga 50 TL. Terang
saja kami tidak mau menerima tawaran tersebut. Setelah tawar menawar akhirnya
disepakati harga CD tersebut 25 TL. Belakangan kami baru sadar ternyata kostum
yang dipakaikan ke Nabiel adalah kostum anak perempuan, bukan anak laki-laki.
Sudahlah membayar mahal ternyata salah kostum pula. Alamak...!!!
Tujuan selanjutnya adalah Grand Bazar, pasar
pusat suvenir dan barang-barang khas Turki. Pasar ini begitu besar dan penuh
dengan lorong-lorong. Barang yang dijual pun hampir sama. Jika tidak
berhati-hati bisa-bisa kita kebingungan mencari jalan keluar dari pasar ini.
Kemampuan tawar menawar sangat dibutuhkan di pasar ini. Saya yang terbiasa
berbelanja dengan harga pas, jadi kehilangan semangat belanja di pasar ini, karena
takut kemahalan membeli barang. Setelah membeli beberapa suvenir, kami pun
meninggalkan Grand bazar.
Keesokan paginya, kami kembali berjalan dari
hotel menuju ke Hagia Sophia. Sama seperti objek wisata yang lain, meski pun
kami sudah berusaha datang pagi hari, ternyata antrian di depan loket penjualan
tiket sudah panjang. Tapi, tiba-tiba seorang petugas memanggil kami dan
membukakan jalur masuk khusus, katanya karena kami membawa balita, jadi
sebaiknya tidak mengantri terlalu lama. Alhamdulillah..
Masuk ke dalam Hagia Sophia, kami pun mulai
mengagumi keindahan gedung yang dulunya pernah dijadikan tempat sholat jumat
oleh Muhammad Alfatih tersebut. Tulisan Allah dan Muhammad berukuran raksasa
tergantung indah di bagian depan ruangan. Sinar matahari masuk melalui
kaca-kaca yang menghiasi dinding Hagia Sophia.
Selat Bosphorus dan Mesjid Sulaimaniye
Siang harinya kami menuju ke selat Bosphorus
dan mengikuti boat tour sekitar 2 jam dengan biaya 20 TL. Selama tour kami
menyaksikan keindahan kota Istanbul dari lautan, bangunan-bangunan bersejarah,
dan benteng pertahanan. Kami juga singgah di Meiden Tower dan Kanlica sebuah
desa yang sangat terkenal dengan yoghurtnya yang lezat. Yoghurt yang disajikan
adalah yoghurt tanpa rasa dengan taburan gula halus di atasnya. Hingga saat ini
saya belum pernah lagi menemukan yoghurt yang seenak di tempat tersebut.
Pemandangan dari Kapal |
Yoghurt Kanlica |
Meiden Tower |
Usai mengelilingi selat Bosphorus, kami pun
mengunjungi Mesjid Sulaimaniye. Mesjid ini dibangun pada tahun 1550 oleh Sultan
Sulaiman dari Dinasti Ottoman. Struktur dan desain mesjid ini dibuat sama
dengan Hagia Sophia. Dalam perjalanan pulang dari mesjid ini, tiba-tiba Nabiel
muntah. Tampaknya dia masuk angin dan kecapean. Akhirnya kami memutuskan untuk
pulang dengan taksi.
Kami sampai di penginapan sudah agak malam.
Ternyata sepatu nabiel tertinggal sebelah di Taksi, haduuhh!! Padahal besok paginya
sebelum subuh kami sudah harus check out menuju bandara. Suami pun mencoba
menuyusuri jalan di sekitar hotel, berharap menemukan toko sepatu anak yang
masih buka. Tiba-tiba seorang laki-laki pelayan hotel mendekati, dan menawarkan
bantuan. Dia akan mengantar suami dengan mobilnya ke toko sepatu, namun syaratnya
mau menggunakan jasa pijat di hotelnya. Tukang pijatnya boleh pilih laki-laki
atau perempuan. Terang saja suami saya menolak tawaran mencurigakan tersebut
dan langsung kembali ke hotel. Jadilah keesokan harinya Nabiel pulang ke
Belanda naik pesawat dan kereta dengan mengenakan sebelah sepatu saja :D Maafkan ummi, Nak..
Banyak pengalaman unik di Istanbul, semoga
suatu saat diberi kesempatan untuk kembali ke sana tanpa kerempongan dan
kejutan-kejutan unik lagi.. Aamiin..
No comments:
Post a Comment